Rabu, 28 Januari 2009

MUHASABAH

Ini cerita tentang seseorang yang tinggal didesa terpencil. Suatu ketika tanpa disangka sangka orang desa ini bertemu dengan kawan lamanya yang telah menjadi orang kaya dikota. Lalu diundanglah dia kekota dan dijamu dengan berbagai fasilitas yang belum pernah dia rasakan selama tinggal didesa.

Celakanya, orang ini – sebut saja si fulan - pelit bertanya dan terkesan sok tau. Begitu pun ketika dia diinapkan disebuah hotel berbintang dengan fasilitas kamar yang lengkap, dia tidak mau bertanya dan nrimo saja atas semua yang disediakan pihak pengelola hotel.

Suatu ketika si fulan hendak mandi. Dia bingung ada dua kran, yang satu berwarna merah dan satunya lagi berwarna biru. Akhirnya dia memilih memutar kran yang berwarna merah. Dia kaget!. Airnya panas. Lalu dia putar kran yang biru. Dia pun kaget!. Airnya dingin. Akhirnya dia pun mulai asyik menikmati mandinya.

Kemudian, si fulan memberanikan diri bertanya kepada pelayan hotel, “Pak, dimana ya tempat menjual kran merah dan biru seperti yang dikamar mandi ini?.” Pelayan hotel dengan muka penuh tanya menjawab, “Oh, bapak bisa membelinya ditoko material. Modelnya juga banyak kok pak.”

Nah, si fulan berpikir, nanti kalau hendak pulang kedesanya dia akan membeli dua kran warna merah dan biru seperti yang ada dihotel tempat dia menginap.

Singkat cerita, tibalah waktunya si fulan pulang kembali kekampungnya. Sebelumnya, tentu saja dia mampir ketoko material untuk membeli kran warna merah dan biru.

Setiba dikampungnya, dia pamerkan kedua krannya itu sembari mengatakan akan membuat kejutan hebat. Maka tidak berlama lama dia menjebol tembok kamar mandinya untuk menempelkan dua krannya tadi. Setelah disemen rapi, maka dia mempersilahkan orang orang menyaksikan, bahwa kran yang berwarna merah akan mengeluarkan air panas dan kran yang biru mengeluarkan air dingin.

Tapi tentu saja dia kaget bukan kepalang!. Ternyata ocehannya tidak terbukti dan orang orang dikampungnya menganggapnya sudah gila. Ramai orang kampung mengatakan bahwa si fulan sepulang dari kota menjadi gila.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari keluguan – atau mungkin lebih tepat disebut kedunguan - si fulan ini?. Inilah tamsil betapa seringnya kita - dengan tidak sadar tentunya - berperilaku seperti si fulan yang tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa untuk memancarkan air panas dan dingin kedua kran tadi harus dihubungkan dengan pipa lalu ketandon dan sebagainya sampai pada konektor yang menghubungkan dengan water heater serta proses lainnya. Semuanya tidak tampak dipermukaan, tapi nyatanya ada.

Artinya, ada proses yang dia lupakan. Dia hanya tahu hasilnya saja, namun melupakan bahwa hasil atau output tadi harus melalui proses yang panjang. Kita pun sering bersikap demikian. Kita hanya mampu melihat pohon tumbuh, hewan beranak pinak, anak anak kita tumbuh berkembang, harta semakin banyak atau usia yang semakin menggerus badan dan seterusnya, tanpa mau menelusuri adanya "kanal kanal“ yang menghubungkan semua hasil tadi dengan Sang Maha Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Kita sering lupa menyisihkan waktu untuk menelusuri kazanah keagungan Sang Maha Pencipta. Semoga kita tidak (semakin) terlanjur menjadi "dungu" dan sok tau hanya lantaran kita memang tidak mau tahu. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger

SEBUTLAH INI HANYA KERISAUAN
DIRUANG TUNGGU
SALING BERBAGI MENYIKAPI HIDUP
YANG TERUS BERGERAK

DAN TAK PERNAH KOMPROMI

TERIMA KASIH ANDA SUDAH MENENGOK
SIAPA TAHU
KEGUNDAHAN SAYA
ADALAH JUGA
KEGUNDAHAN ANDA

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Semoga apa yang saya tulis ini bisa memberi arti. Saya tidak menciptakan. Saya hanya merangkainya saja. Merangkum yang tercampak ditrotoar. Menggamit yang hampir terlupakan. Tak lebih. Sebab saya hanya ingin berbagi mimpi. Boleh jadi itu mimpi kita bersama. Tentang negeri yang bisa menjadi tempat bernaung bagi rakyatnya. Tentang alam yang mau menjadi teman berkisah. Tentang kedamaian yang sudah lama tak berkirim sapa. Sebab perjalanan hidup ini telah banyak bercerita. Tentang anak manusia yang terusir dari tanahnya sendiri. Tentang anak manusia yang tak bisa menghidupi keluarganya. Tentang anak manusia yang dimiskinkan, dibuat tak berdaya bahkan untuk menolong dirinya sendiri tak kuasa. Sebab perjalanan hidup ini telah banyak mengajarkan, apalah artinya kita bila tidak mampu memberi arti bagi sesama.