Kamis, 22 Januari 2009

TANGISAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
Oleh : Syam Alam

Setelah dilantik menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz beranjak kemusholanya. Disanalah dia menangis tersedu sedu ...

Ketika ditanya mengapa beliau menangis sejadi jadinya, padahal baru memperoleh kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz menjawab:

“Aku memikul amanat ummat ini dan aku menangisi orang orang yang menjadi amanat atasku, yaitu kaum fakir miskin yang lemah dan lapar, ibnu sabil yang kehilangan tujuan dan terlantar, orang orang yang dizalimi dan dipaksa menerimanya, orang orang yang banyak anaknya dan berat kehidupannya. Aku merasa bertanggung jawab atas beban mereka. Karena itu, aku menangisi diriku sendiri karena beratnya amanat atas diriku.”

Masa terus berlalu, dunia berpacu dengan ambisi manusia untuk terus mencari dan menumpuk kekuasaan. Kini yang sering kita jumpai begitu banyak orang yang meluapkan suka citanya ketika mendapatkan kekuasaan. Dengan dalih “syukuran”, mereka mengadakan berbagai pesta. Luapan gelora kebungahan ini kemudian menenggelamkan esensi jabatan atau kekuasaan yang baru didapatnya.

Betapa kekuasaan sudah dipandang sebagai tujuan dan bukannya “kendaraan” untuk mensejahterakan ummat. Karena itu jangan heran, bila untuk mendapatkan kekuasaan, banyak orang yang kemudian menempuh jalan yang tidak rasional seperti pergi kedukun, mencari azimat, memakai aji aji pengasih, menyuap, menelikung, membayar pengerahan massa serta perilaku lain yang sungguh menjijikkan.

Sungguh malu rasanya kalau harus membandingkan suasana hati Umar bin Abdul Aziz ketika mendapatkan kekuasaan, dengan para pejabat kita yang justeru berpesta pora dan lupa diri. Sungguh, seharusnya kita malu ...

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger

SEBUTLAH INI HANYA KERISAUAN
DIRUANG TUNGGU
SALING BERBAGI MENYIKAPI HIDUP
YANG TERUS BERGERAK

DAN TAK PERNAH KOMPROMI

TERIMA KASIH ANDA SUDAH MENENGOK
SIAPA TAHU
KEGUNDAHAN SAYA
ADALAH JUGA
KEGUNDAHAN ANDA

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Semoga apa yang saya tulis ini bisa memberi arti. Saya tidak menciptakan. Saya hanya merangkainya saja. Merangkum yang tercampak ditrotoar. Menggamit yang hampir terlupakan. Tak lebih. Sebab saya hanya ingin berbagi mimpi. Boleh jadi itu mimpi kita bersama. Tentang negeri yang bisa menjadi tempat bernaung bagi rakyatnya. Tentang alam yang mau menjadi teman berkisah. Tentang kedamaian yang sudah lama tak berkirim sapa. Sebab perjalanan hidup ini telah banyak bercerita. Tentang anak manusia yang terusir dari tanahnya sendiri. Tentang anak manusia yang tak bisa menghidupi keluarganya. Tentang anak manusia yang dimiskinkan, dibuat tak berdaya bahkan untuk menolong dirinya sendiri tak kuasa. Sebab perjalanan hidup ini telah banyak mengajarkan, apalah artinya kita bila tidak mampu memberi arti bagi sesama.