Oleh: Syam Alam
Disaat jaman telah menuntut masyarakat perkotaan berpola hidup konsumtif dan berlabel hedonis, maka ketika itu pula praktis mereka telah mengabaikan nilai nilai kesalehan sosial.
Hidup mereka bagai terlepas dari ikatan tata krama dan kepekaan terhadap persoalan lingkungan sosialnya. Akhirnya, kita sulit menemukan semangat kebersamaan untuk membangun lingkungan sosial, yang pada gilirannya melumpuhkan effort untuk memerangi kemiskinan.
Karena itulah, himbauan agar masyarakat menghidupkan kembali kesalehan sosialnya, ibarat oase ditengah kegersangan hidup materialistis. Percayalah, bila masyarakat kota mengedepankan nilai nilai kesalehan sosialnya, maka penistaan terhadap norma norma kehidupan masyarakat tidak akan kita temui lagi.
Dengan semangat mengedepankan kesalehan sosial, semua akan terpacu adrenalinnya untuk berusaha memberikan manfaat kepada seluruh elemen lingkungan sosialnya. Tidak ada lagi individualisme sebagai bagian dari gaya hidup hedonis. Tidak ada lagi keluhan sebagian warga akibat tindakan warga lain yang merugikan. Orang tidak lagi mengomel lantaran tetangganya berbuat gaduh, membuang sampah sembarangan atau lantaran rumahnya dibobol maling. Bahkan, tidak ada lagi warga yang menderita kelaparan lantaran lepas dari perhatian tetangganya.
Dengan mengedepankan kesalehan sosialnya, setiap warga masyarakat pastilah akan mempedulikan agar warga yang lain terjaga security feeling nya ketika mereka terjaga dari bangun tidur.
Kita telah membuktikan bahwa gaya hidup materialistis yang dianut masyarakat perkotaan selama ini telah nyata nyata melumpuhkan sendi sendi kebersamaan, persaudaraan, keguyuban dan semangat silih asah, silih asuh dan silih asih yang telah diwariskan para orang tua kita. Maka, sudah saatnya kita menemukan kembali akar kehidupan kita dalam bermasyarakat, yaitu memberikan manfaat bagi sesama.
Disaat jaman telah menuntut masyarakat perkotaan berpola hidup konsumtif dan berlabel hedonis, maka ketika itu pula praktis mereka telah mengabaikan nilai nilai kesalehan sosial.
Hidup mereka bagai terlepas dari ikatan tata krama dan kepekaan terhadap persoalan lingkungan sosialnya. Akhirnya, kita sulit menemukan semangat kebersamaan untuk membangun lingkungan sosial, yang pada gilirannya melumpuhkan effort untuk memerangi kemiskinan.
Karena itulah, himbauan agar masyarakat menghidupkan kembali kesalehan sosialnya, ibarat oase ditengah kegersangan hidup materialistis. Percayalah, bila masyarakat kota mengedepankan nilai nilai kesalehan sosialnya, maka penistaan terhadap norma norma kehidupan masyarakat tidak akan kita temui lagi.
Dengan semangat mengedepankan kesalehan sosial, semua akan terpacu adrenalinnya untuk berusaha memberikan manfaat kepada seluruh elemen lingkungan sosialnya. Tidak ada lagi individualisme sebagai bagian dari gaya hidup hedonis. Tidak ada lagi keluhan sebagian warga akibat tindakan warga lain yang merugikan. Orang tidak lagi mengomel lantaran tetangganya berbuat gaduh, membuang sampah sembarangan atau lantaran rumahnya dibobol maling. Bahkan, tidak ada lagi warga yang menderita kelaparan lantaran lepas dari perhatian tetangganya.
Dengan mengedepankan kesalehan sosialnya, setiap warga masyarakat pastilah akan mempedulikan agar warga yang lain terjaga security feeling nya ketika mereka terjaga dari bangun tidur.
Kita telah membuktikan bahwa gaya hidup materialistis yang dianut masyarakat perkotaan selama ini telah nyata nyata melumpuhkan sendi sendi kebersamaan, persaudaraan, keguyuban dan semangat silih asah, silih asuh dan silih asih yang telah diwariskan para orang tua kita. Maka, sudah saatnya kita menemukan kembali akar kehidupan kita dalam bermasyarakat, yaitu memberikan manfaat bagi sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar